![]() |
Pentas Kolosal Harlah ke-66 Pondok Pesantren Nasy'atul Muta'allimin Gapura. (Foto: Agus Gepeng) |
Oleh: KA Dardiri Zubairi, Pengasuh Pondok Pesantren Nasy'atul Muta'allimin
Setahun yang lalu, Saya pernah menulis soal opsi perayaan Haflatul Imtihan tanpa karnaval. Sebagai gantinya kami mendesain pertunjukan kolosal yang melibatkan para siswa-siswi sejak PAUD hingga MA. Meski banyak kekurangan, tapi kami bersyukur karena kami telah menemukan satu opsi perayaan Haflah tanpa karnaval yang oleh sebagian orang dianggap menganggu pengguna jalan raya, besar biayanya, dan seterusnya.
Tahun ini (17-18 Juni lalu), kami kembali mengadakan Haflah (karena bersamaan dengan harlah kami menggunakan nama Harlah) dengan menampilkan pertunjukan kolosal, tanpa karnaval. Belajar dari kekurangan tahun lalu yang tidak ada temanya, tahun ini kami merumuskan tema, " Pesantren Kehidupan, Harmoni Manusia dan Lingkungan". Hampir semua pertunjukan, sambutan, dan ceramah disesuaikan dengan tema di atas. Termasuk penampilan "qori' berjamaah" yang membacakan surah al-Rum ayat 41 :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
![]() | |
|
Ceramah agama yang disampaikan Dr KH Maimun Syamsudin juga fokus pada pencerahan spiritual memaknai lingkungan, serta closing ceremony ditutup dengan penjelasan KH Ali Fikri tentang Guru-guru kami di Annuqayah sejak dulu sangat peduli terhadap lingkungan.
Pertunjukan kolosal putra menampilkan tari Sintong, tari yang sangat dipengaruhi tarekat sammaniyah. Tari ini jejaknya bisa dilacak di desa Ambunten. Mentor penampilan ini adalah Mas Agus, seorang guru SMAN yang tekun melestarikan tari Sintong ini.
Kemudian ada teaterikal puisinya Kiai Faizi, "Selamat Pagi Bumi" yang dimentori Mahendra (sekarang bintang film oy...) dan Latif. Terus ada penampilan "Dammung Gurjem" ritus minta hujan yang dilakukan para sesepuh dulu, utamanya di Sumenep timur. Mentor ritus ini sesepuh di desa kami. Dan paduan suara dilatih oleh Mas Buzairi (vokalis yang sekarang beralih profesi).
Pada pertunjukan kolosal putri (kegiatan putri dipisah waktu penampilannya dengan putra) menampilkan anak-anak PAUD yang berbaju ala binatang, paduan suara, teaterikal soal lingkungan, shalawat, dan tarian Saman. Semua penampilan putra maupun putri dipersiapkan latihannya sejak 3 bulan sebelum hari H.
![]() | |
|
Tak cukup sekedar tema, kami memulai secara serius "gerakan peduli lingkungan" di komunitas pesantren yang melibatkan guru, santri, wali dan masyarakat di sekitar pesantren. Gerakan ini menyangkut dua hal, gerakan penanaman pohon dan membangun kawasan terbuka hijau (sedang direncakan) dan pengelolaan sampah (sudah dimulai tahun lalu dengan terlebih dahulu belajar dari PP Annuqayah Daerah Lubangsa).
Keuntungan lain dari kegiatan ini, panitia -terutama yang mempersiapkan keacaraan-sudah memahami ilmunya EO. Mereka yang mendesain konsep, tata panggung, lighting, hingga detail rundown acara, termasuk yang berat mendampingi siswa-siswi berlatih sejak 3 bulan sebelumnya.
Dari kegiatan saya juga bisa belajar, Haflah bisa menjadi momentum membangun gerakan sosial untuk terlibat meski kecil mengurai isu-isu lingkungan yang akut di negeri ini dari pesantren.
Sumenep, 3 Juli 2025